Kontes AI: Cina Fokus pada Aplikasi Nyata, Bukan Sekadar Visi AGI

Di tengah persaingan teknologi global antara Amerika Serikat dan China, pertanyaan klasik “siapa yang lebih unggul dalam AI?” menjadi kurang relevan—karena keduanya bermain di arena berbeda dengan strategi yang amat kontras. China, dengan latar belakang pasar AI terbesar kedua setelah AS, memilih jalur pragmatis melalui pendekatan yang difokuskan pada aplikasi AI sehari-hari, bukan mengejar kecerdasan buatan tingkat AGI (Artificial General Intelligence).

Pemerintah China menyalurkan energi dan sumber daya melalui dukungan top-down yang kuat. Mereka menyediakan infrastruktur pusat data dan kekuatan listrik yang melimpah untuk memastikan para pengembang AI—baik startup maupun perusahaan besar—dapat menumpahkan waktu dan investasi mereka pada lapisan aplikasi (Box #6 dalam model teknologi AI).

Strategi ini juga didorong oleh adopsi luas terhadap model AI open-source yang dapat dimodifikasi pengguna secara bebas. Langkah ini menurunkan hambatan masuk bagi perusahaan lokal untuk mengembangkan solusi AI tanpa harus bergantung pada teknologi tertutup, dan sekaligus mendorong penyebaran inovasi AI China ke pasar global.

Aplikasi AI Nyata, Bukan Cita-cita AGI

Alih-alih mengejar visi superintelligence, China memilih memaksimalkan potensi teknologi yang sudah ada dengan menerapkannya secara cepat di berbagai sektor strategis. Misalnya:

  • Pemerintah menggunakan model AI lokal—setara dengan ChatGPT—untuk membantu penilaian ujian masuk sekolah menengah, meningkatkan akurasi ramalan cuaca, mendukung pengiriman bantuan kepolisian, serta menyarankan rotasi tanaman bagi petani.
  • Tsinghua University telah meluncurkan rumah sakit tenaga AI, di mana dokter manusia dibantu oleh sistem virtual yang memproses data penyakit terbaru. Di dunia manufaktur, robot pintar digunakan dalam “dark factory” dan inspeksi tekstil secara real time.

Menurut Julian Gewirtz, mantan pejabat Dewan Keamanan Nasional AS, “China melihat aplikasi AI bertenaga dampak tinggi bukan sebagai teori masa depan, melainkan sesuatu yang bisa dimanfaatkan sekarang.”

Di belahan lain dunia, seperti di Amerika Serikat, AI memang juga digunakan praktis—contohnya real-time translation di HP Pixel, penyusunan presentasi otomatis oleh konsultan, maupun peningkatan riset obat dan logistik. Namun, pemerintah AS cenderung membiarkan industri berjalan sendiri tanpa dukungan struktural besar-besaran seperti di China.

Strategi China: Cepat Implementasi, Bukan Eksperimen Besar

Pendekatan top-down China mencakup dana awal senilai US$8,4 miliar untuk startup AI, ditambah program pendanaan di tingkat lokal serta rencana pengembangan kecerdasan buatan di kota-kota sebagai bagian dari kampanye AI+. Kabinet China juga memperkuat dorongan untuk mengintegrasikan AI ke dalam riset, industri, dan berbagai sektor guna mendukung ekonomi hingga 2030.

Ketika Amerika Serikat fokus pada AGI sambil menghadapi ketidakpastian waktu dan realisasi, China dengan sengaja memilih untuk mengoptimalkan implementasi AI yang sudah tersedia—dan ini bisa menjadi senjata rahasia jika AGI terbukti tak kunjung tiba.

Kesimpulan

China bergerak dalam perlombaan AI dengan menumpahkan sumber daya untuk aplikasi nyata yang berdampak langsung, bukan mengejar entitas kecerdasan super masa depan. Lewat dukungan pemerintah penuh, strategi open-source, dan fokus ke solusi industri serta publik, mereka membangun ekosistem AI pragmatis yang bisa berkembang cepat dan luas. Jika Artificial General Intelligence ternyata tetap jauh, model aplikasi langsung China berpotensi menjadi jawaban segera di panggung global.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *