Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan hari ini mungkin sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Mulai dari chatbot customer service, rekomendasi film di Netflix, iklan personal di Instagram, hingga mobil otonom Tesla, semua itu hadir berkat perkembangan panjang teknologi AI. Namun, perjalanan AI dari sekadar ide dalam novel science fiction hingga menjadi realitas modern bukanlah sesuatu yang terjadi dalam semalam. Sejarah AI adalah kisah panjang tentang mimpi manusia menciptakan mesin yang bisa “berpikir” seperti manusia, dengan penuh liku-liku, inovasi besar, hingga masa-masa stagnasi.
Awal Mula: AI dalam Dunia Fiksi
Jauh sebelum istilah “Artificial Intelligence” diperkenalkan secara akademis, ide tentang mesin cerdas sudah hadir dalam mitologi, literatur, dan karya fiksi ilmiah. Dalam mitologi Yunani, misalnya, ada kisah tentang Talos, manusia perunggu raksasa yang dibuat oleh dewa Hephaestus untuk menjaga pulau Kreta. Dalam kisah klasik abad ke-19, Mary Shelley menulis Frankenstein, sebuah novel tentang penciptaan makhluk hidup buatan.
Namun, mungkin yang paling berpengaruh adalah karya-karya Isaac Asimov, penulis science fiction yang memperkenalkan “Three Laws of Robotics”. Asimov tidak hanya membayangkan robot, tapi juga menekankan etika bagaimana AI harus berinteraksi dengan manusia. Fiksi ilmiah inilah yang kemudian memengaruhi banyak ilmuwan untuk mencoba menjadikan ide tersebut nyata.
Era Awal Komputasi: Fondasi AI (1940–1950an)
Setelah Perang Dunia II, perkembangan komputer modern menjadi landasan awal AI. Alan Turing, seorang matematikawan brilian, menulis makalah legendaris berjudul Computing Machinery and Intelligence (1950), di mana ia mengajukan pertanyaan, “Can machines think?”. Dari sinilah lahir Turing Test, sebuah metode untuk mengukur apakah mesin bisa menunjukkan perilaku cerdas setara manusia.
Di era ini, komputer masih sangat sederhana, namun ide-ide awal tentang AI mulai bermunculan. Ilmuwan mulai berpikir bagaimana logika matematika bisa digunakan agar komputer mengambil keputusan layaknya manusia.