China saat ini tengah meninjau ulang penggunaan prosesor AI dari Amerika Serikat, khususnya buatan Nvidia dan AMD, meskipun kedua perusahaan tersebut telah memperoleh izin dari pemerintah AS untuk kembali menjual chip AI di pasar Tiongkok. Menurut laporan The Wall Street Journal, pemerintah China mewajibkan prosesor Nvidia, termasuk seri H20, untuk menjalani uji keamanan menyeluruh. Sambil menunggu hasil review tersebut, otoritas Beijing mendorong perusahaan AI domestik untuk membeli GPU buatan dalam negeri, seperti Huawei Ascend.
Namun, upaya ini menghadapi kendala. Laporan Financial Times menyebutkan bahwa DeepSeek, perusahaan AI yang mengembangkan model populer DeepSeek-R1, gagal menggunakan GPU Huawei untuk melatih model lanjutan DeepSeek-R2, sehingga proyeknya tertunda. Situasi ini menegaskan adanya kesenjangan performa antara GPU domestik dan produk-produk unggulan dari Nvidia dan AMD, meskipun China terus memberikan subsidi, insentif pajak, dan dukungan dana untuk memperkuat industri semikonduktor lokal.
Pemerintah China juga mengangkat isu keamanan nasional, dengan menuduh adanya potensi backdoor pada chip Nvidia H20. Menurut pihak Beijing, prosesor itu berisiko dimatikan secara jarak jauh atau bahkan digunakan untuk melacak lokasi pengguna, berdasarkan informasi dari pakar AI AS. Nvidia membantah tuduhan tersebut. Performa H20 sendiri diperkirakan setara dengan Huawei Ascend 910B/C, meskipun kapasitas memori dan bandwidth-nya masih lebih unggul.
Kecurigaan ini membuat regulator China memanggil beberapa raksasa teknologi lokal seperti Baidu, ByteDance, dan Tencent, untuk menanyakan minat mereka dalam menggunakan prosesor buatan AS. Kondisi ini bisa berdampak besar bagi Nvidia, yang pada Juli lalu sudah memesan produksi 300.000 unit H20, serta memperingatkan klien bahwa permintaan mungkin akan melebihi pasokan.
Latar belakang ketegangan ini dimulai sejak tahun 2022, ketika pemerintah AS menerapkan pembatasan ekspor chip AI ke China. Kebijakan tersebut diperketat pada masa pemerintahan Trump, lalu sempat dilonggarkan baru-baru ini dengan kesepakatan unik: China setuju menjual mineral tanah jarang dan magnet penting ke AS, sementara perusahaan chip AS seperti Nvidia diizinkan menjual kembali produk tertentu dengan syarat membayar biaya lisensi ekspor 15% dari total pendapatan mereka di China.
Di sisi lain, Nvidia tengah mengembangkan prosesor versi “downgrade” berbasis arsitektur Blackwell, yang lebih murah dan diharapkan bisa lolos ekspor ke China. Namun, di tengah persaingan geopolitik dan teknologi ini, prosesor AI menjadi titik krusial. Kepemimpinan dalam AI tidak hanya berdampak pada inovasi teknologi, tetapi juga pada keunggulan ekonomi dan militer kedua negara. Amerika unggul dengan model AI komersial canggih, sementara China semakin dominan dalam pengembangan model open-source AI yang bisa diakses secara bebas.
Dengan semakin tidak dapat diandalkannya pasokan chip dari AS akibat regulasi ekspor, China mempercepat penguatan industri semikonduktornya. Ambisinya jelas: tidak hanya mengejar ketertinggalan dari Nvidia dan TSMC, tetapi juga berpotensi melampaui mereka dalam jangka panjang.